makanan khas sulawesi tenggara.
sononggi.
Sinonggi adalah makanan khas suku Tolaki dari Sulawesi Tenggara,
Indonesia, yang terbuat dari pati sari sagu. Suku Tolaki memiliki
tradisi menyantap sinonggi bersama-sama yang disebut mosonggi. Bagi Suku
Tolaki, sinonggi merupakan makanan pokok yang kini telah mengalami
pergeseran makna dan bersaing dengan nasi.
Sagu (@al_habib21) |
Sinonggi adalah makanan pokok Suku Tolaki yang terbuat dari pati sari
sagu. Di Sulawesi Selatan, masakan yang serupa dikenal dengan nama
kapurung dan di Kepulauan Maluku disebut papeda. Meski masakan-masakan
tersebut memiliki kemiripan bahan, cara penyajiannya berbeda. Untuk
sinonggi, tepung sagu yang sudah dimasak tidak dicampurkan dengan sayur,
kuah ikan, sambal ("dabu-dabu"), atau bumbu lainnya, namun tergantung
selera masing-masing. Bagi suku Tolaki, sinonggi dahulu merupakan
makanan pokok, namun saat ini telah menjadi makanan sekunder pengganti
beras pada masa paceklik.
Sejarah Sinonggi
Walaupun merupakan makanan khas Suku Tolaki, belum ada yang mengetahui
sejak kapan Suku Tolaki mengonsumsi sinonggi. Namun, makanan ini sudah
ada sejak ratusan tahun silam layaknya beras. Mitos Tolaki menyebutkan
bahwa pohon sagu bahan baku Sinonggi tumbuh dengan sendirinya di
perkampungan Kuko Hulu di Sungai Konaweha, yang kini bernama Latoma Tua.
Dalam bahasa Tolaki, ia disebut "sowurere", yang artinya "suatu kampung
yang ditumbuhi ribuan pohon sagu". Lokasinya persis di dekat Tongauna,
Kecamatan Ulu Iwoi, Kabupaten Kolaka. Versi lain menyebutkan bahwa pohon
sagu yang tumbuh di rawa-rawa tersebut, sebetulnya berasal dari Maluku.
Nama sinonggi diyakini budayawan lokal berasal dari kata
posonggi.Posonggi atau o songgi (bahasa Tolaki) merupakan alat mirip
sumpit terbuat dari bambu yang dihaluskan dengan ukuran panjang kurang
dari sepuluh sentimeter. Alat inilah yang digunakan untuk mengambil
sinonggi dari tempat penyajian. Dengan cara digulung, sinonggi
diletakkan ke piring yang telah diisi kuah sayur dan ikan serta bumbu
lainnya. Gulungan sinonggi di piring kemudian dipotong-potong dan
dimasukkan ke dalam mulut menggunakan alat serupa yang berukuran lebih
kecil atau dengan jari. Sinonggi biasanya tidak dikunyah, tetapi ditelan
langsung.
Dahulu orang tua menyimpan sinonggi dalam dulang yang terbuat dari kayu.
Dulang dalam bahasa Tolaki adalah "odula". Seiring perubahan zaman,
sinonggi mulai tidak disimpan dalam dulang kayu melainkan dalam baskom.
Perubahan ini diyakini penikmat sinonggi telah mengurangi kelegitan
rasanya yang khas. Begitu pula dengan penggunaan posonggi yang
menghilang, saat ini orang lebih banyak langsung menggunakan tangan atau
memakai sendok untuk mengkonsumsi sinonggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar